Cerita Motivasi : Semangkuk Bakso
4/ 5 stars - "Cerita Motivasi : Semangkuk Bakso" Cerita Motivasi : Semangkuk Bakso -  Dikisahkan, biasanya di hari ulang tahun Putri, ibu niscaya sibuk di dapur memasak dan menghidangkan ...

Cerita Motivasi : Semangkuk Bakso



Cerita Motivasi : Semangkuk Bakso - Dikisahkan, biasanya di hari ulang tahun Putri, ibu niscaya sibuk di dapur memasak dan menghidangkan makanan kesukaannya. Tepat ketika yang ditunggu, betapa kecewa hati si Putri, meja makan kosong, tidak tampak sedikit pun bayangan makanan kesukaannya tersedia di sana. Putri kesal, marah, dan jengkel.

"Huh, ibu sudah tidak sayang lagi padaku. Sudah tidak ingat hari ulang tahun anaknya sendiri, sungguh keterlaluan," gerutunya dalam hati. "Ini semua niscaya gara-gara adinda sakit semalam sehingga ibu lupa pada ulang tahun dan makanan kesukaanku. Dasar anak manja!"

Ditunggu hingga siang, sepertinya orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak ada yang memberi selamat, ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya.



Dengan perasaan murka dan sedih, Putri pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut kosong dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat melewati sebuah gerobak penjual bakso dan mencium aroma nikmat, tiba-tiba Putri sadar, betapa lapar perutnya! Dia menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso.

"Mau beli bakso, neng? Duduk saja di dalam," sapa si tukang bakso.

"Mau, bang. Tapi saya tidak punya uang," jawabnya tersipu malu.

"Bagaimana kalau hari ini kakak traktir kamu? Duduklah, kakak siapin mi bakso yang super enak."

Putri pun segera duduk di dalam.

Tiba-tiba, ia tidak kuasa menahan air matanya, "Lho, kenapa menangis, neng?" tanya si abang.

"Saya jadi ingat ibu saya, nang. Sebenarnya... hari ini ulang tahun saya. Malah abang, yang tidak saya kenal, yang memberi saya makan. Ibuku sendiri tidak ingat hari ulang tahunku apalagi memberi makanan kesukaanku. Saya murung dan kecewa, bang."

"Neng cantik, kakak yang gres sekali aja memberi makanan bisa bikin neng terharu hingga nangis. Lha, padahal ibu dan bapak neng, yang ngasih makan tiap hari, dari neng bayi hingga segede ini, apa neng pernah terharu begini? Jangan ngeremehin orangtua sendiri neng, ntar nyesel lho."

Putri seketika tersadar, "Kenapa saya tidak pernah berpikir ibarat itu?"

Setelah menghabiskan makanan dan berucap banyak terima kasih, Putri bergegas pergi. Setiba di rumah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega,

"Putri, dari mana kau seharian ini, ibu tidak tahu harus mencari kau ke mana. Putri, selamat ulang tahun ya. Ibu telah menciptakan semua makanan kesukaan Putri. Putri niscaya lapar kan? Ayo nikmati semua itu."

"Ibu, maafkan Putri, Bu," Putri pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan yang menciptakan Putri semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-sahabat baik dan paman serta bibinya. Ternyata ibu Putri menyebarkan pesta kejutan untuk putri kesayangannya.

=====================================================

Saat kita menerima pertolongan atau mendapatkan santunan sekecil apapun dari orang lain, sering kali kita begitu bahagia dan selalu berterima kasih. Sayangnya, kadang kasih dan kepedulian tanpa syarat yang diberikan oleh orangtua dan saudara tidak tampak di mata kita. Seolah menjadi kewajiban orangtua untuk selalu berada di posisi siap membantu, kapan pun.

Bahkan, kalau hal itu tidak terpenuhi, segera kita memvonis, yang tidak sayanglah, yang tidak mengerti anak sendirilah, atau dilanda perasaan sedih, marah, dan kecewa yang hanya merugikan diri sendiri. Maka untuk itu, kita butuh untuk mencar ilmu dan mencar ilmu mengendalikan diri, semoga kita bisa hidup secara serasi dengan keluarga, orangtua, saudara, dan dengan masyarakat lainnya.