Bagaimana proses perumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945? Untuk mengerti dan memahami sungguh-sungguh Pancasila dan undang-undang dasar, harus juga dipelajari bagaimana terjadinya rumusan undang-undang dasar tersebut. Perlu diketahui keterangan-keterangannya dan suasana pada waktu itu. Selama kurang lebih 350 tahun dijajah Belanda, bangsa Indonesia sangat menderita lahir dan batin. Kekayaan kita diangkut ke negeri Belanda, yang diperolehnya di atas derita rakyat kita sebagai akhir adanya tanam paksa dan kerja paksa sehingga hidup bangsa kita sangat menyedihkan, sampai-sampai bangsa kita disebut bangsa kuli.
Pendidikan diadakan hanya sekedar untuk keperluan pemerintah penjajah. Akan tetapi, bangsa kita tidak tinggal diam. Bangsa kita selalu berjuang untuk menghapuskan penjajahan, baik itu dengan jalan kekerasan maupun dengan cara berorganisasi.
Keadaan ini berlangsung hingga pecah Perang Pasifik pada tanggal 7 Desember 1941, sebagai cuilan dari Perang Dunia kedua. Dalam perang ini Belanda telah dikalahkan oleh Jepang. Pada tanggal 9 Maret 1942 Belanda bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Mula-mula Jepang sangat dipuja oleh bangsa kita, sebagai pembebas, tetapi ternyata kemudian Jepang lebih kejam dari Belanda.
Rupa-rupanya Tuhan Yang Maha Esa tidak menghendaki Jepang merajalela. Jika pada awal perang ini, Jepang Berjaya, setelah Amerika Serikat pulih kembali dari kelumpuhan angkatan lautnya yang disebabkan oleh serangan angkatan bahari Jepang pada tanggal 7 Desember 1941 terhadap Pearl Harbor di Hawai, mulailah Jepang mengambil hati rakyat Indonesia lantaran takut akan timbulnya pemberontakan.
Jepang menjanjikan akan memperlihatkan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Pada tanggal 29 April 1945 Jepang membentuk sebuah tubuh yang disebut Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini diketuai oleh Dr. K. R. T. Radjiman Wediyodiningrat, jumlah anggotanya 62 orang bangsa Indonesia ditambah beberapa orang Jepang. BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945.
Perumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
BPUPKI ini bersidang dua kali, yaitu sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 29 Mei hingga dengan 1 Juni 1945 dan sidang kedua berlangsung dari tanggal 10 Juli hingga dengan 16 Juli 1945. Pada sidangnya yang pertama, Ketua BPUPKI meminta kepada para anggotanya untuk merumuskan dasar negara apabila nanti merdeka. Pada waktu itu bapak-bapak pendiri negara kita sependapat untuk tidak menggandakan dasar negara bangsa lain. Mereka semua sependapat hendak menggali dari kebudayaan bangsa sendiri. Yang dimaksud di sini ialah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat.
Pembicara yang pertama, yaitu pada tanggal 29 Mei 1945 ialah Mr. Moh. Yamin. Ia telah memberikan pokok-pokok pikiran ihwal negara yang akan dibentuk, antara lain mencakup:
- Peri kebangsaan
- Peri kemanusiaan
- Peri ketuhanan
- Peri kerakyatan, dan
- Kesejahteraan rakyat
Pada tanggal 31 Mei 1945 menerima giliran berbicara Prof. Dr. Mr. Soepomo. Ia memberikan pokok-pokok pikirannya yang, antara lain, menyampaikan bahwa negara itu harus memenuhi unsur-unsur:
- Persatuan
- Kekeluargaan
- Keseimbangan lahir dan batin,
- Musyawarah, dan
- Keadilan rakyat
Baik Mr. Moh. Yamin maupun Prof. Dr. Mr. Soepomo dalam pidato mereka belum menyebut ihwal apa yang menjadi dasar negara apabila kita merdeka, menyerupai yang diminta Ketua BPUPKI. Yang mereka kemukakan gres ihwal unsur-unsur dari dasar negara.
Yang mengusulkan dasar negara itu ialah Bung Karno saat ia berpidato pada tanggal 1 Juni 1945 yang berisi lima prinsip dasar negara, yaitu:
- Kebangsaan atau nasionalisme
- Peri kemanusiaan atau internasionalisme
- Mufakat atau demokrasi
- Kesejahteraan sosial, dan
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Kelima prinsip dasar negara tersebut diberi nama Pancasila.
Pada selesai sidang pertama ini telah dibuat suatu panitia yang terdiri atas delapan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Tugas panitia ini, yang dikenal dengan sebutan Panitia Delapan, ialah menampung usul, saran, dan pendapat para anggota yang disampaikan secara tertulis. Usul-usul itu sudah harus masuk selambat-lambatnya pada tanggal 29 Juli 1945.
Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Delapan, yang diketuai Bung Karno, mengadakan rapat dengan anggota-anggota Chuoo Sangi In (Dewan Penasihat Pemerintah Militer Jepang) yang merangkap menjadi anggota BPUPKI, ditambah dengan anggota-anggota BPUPKI yang bertempat tinggal di Jakarta dan tidak menjadi anggota Chuoo Sangi In. Jumlah penerima rapat itu ialah 38 orang. Dalam rapat tersebut disepakati agar:
- Secepat-cepatnya mengusahakan Indonesia merdeka
- Menyelesaikan aturan dasar yang memuat pembukaan, yakni pembukaan aturan dasar.
Kemudian, ke-38 orang tersebut membentuk lagi suatu panitia kecil yang terdiri dari 9 orang, yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Panitia Sembilan ini, setelah mengadakan pembicaraan yang masak dan mendalam di rumah Ir. Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, kini Jalan Proklamasi, telah mencapai hasil baik berupa satu persetujuan. Persetujuan tersebut terdapat di dalam suatu rancangan pembukaan aturan dasar, yang oleh Mr. Moh. Yamin disebut "Piagam Jakarta".
Di dalam pembukaan ini tercantum lima prinsip dasar negara. Prinsip dasar negara yang pertama ialah "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Pada sidang kedua BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 10 hingga dengan 16 Juli 1945, Ketua Panitia Delapan dalam kesempatan ini melaporkan surat-surat yang masuk yang berisi usul-usul dan pendapat mengenai dasar negara Indonesia. Dilaporkannya pula ihwal adanya rapat tanggal 22 Juli 1945 mengenai dibentuknya Panitia Sembilan dan ihwal berhasilnya disusun rancangan pembukaan aturan dasar. Setelah itu, dibentuklah beberapa panitia. Yang terpenting ialah terbentuknya Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir. Soekarno, dan yang beranggotakan Sembilan belas orang. Panitia perancang undang-undang dasar ini membentuk pula suatu panitia kecil perancang undang-undang dasar yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo dengan 6 orang anggota. Panitia kecil ini mengadakan rapat dari tanggal 11 hingga dengan 13 Juli 1945 panitia ini telah selesai menyusun naskah rancangan undang-undang dasar. Naskah ini dibahas oleh BPUPKI dalam rapat lengkap dari tanggal 14 hingga dengan 16 Juli 1945.
Pada tanggal 16 Juli 1945 naskah tersebut diterima oleh BPUPKI. Naskah tersebut terdiri atas:
- Pernyataan Indonesia Merdeka
- Pembukaan, dan
- Undang-undang Dasar
Selanjutnya, pada tanggal 9 Agustus 1945 Jepang membentuk suatu tubuh lagi yang disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang disingkat menjadi PPKI. Badan ini diketuai oleh Ir. Soekarno. Setelah Jepang mengalah tanpa syarat kepada sekutu, pada tanggal 15 Agustus 1945 keanggotaan tubuh ini telah ditambah 6 orang oleh Bung Karno, atas tanggung jawabnya, sehingga tubuh ini, yang semula merupakan materi bentukan Jepang, berubah sifatnya menjadi suatu tubuh Nasional.
Bangsa Indonesia menentukan nasibnya sendiri dan pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikanlah kemerdekaan Indonesia. Sejak itu berdirilah suatu negara baru, yakni negara Republik Indonesia.
Sore harinya tiba utusan dari rakyat yang berasal dari Indonesia cuilan timur menghadap Bung Hatta. Rakyat Indonesia cuilan timur memohon supaya diadakan perubahan terhadap undang-undang dasar. Alasannya ialah bahwa sebuah undang-undang dasar bukan hanya mengatur sebagian golongan rakyat, yaitu golongan Islam saja. Yang dimasalahkan ialah kata-kata yang terdapat dalam pernyataan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kalau tidak diubah, mereka akan keluar dari Republik Indonesia.
Kemudian, Bung Hatta mengadakan pertemuan dengan 4 tokoh Islam, yakni Ki Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Moh. Hasan. Berkat adanya pengertian yang sangat mendalam pada diri tokoh-tokoh Islam tersebut, disepakati untuk menghilangkan kata-kata yang dipermasalahkan. Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan undang-undang dasar itu dengan bunyi bundar setelah prinsip pertama dasar negara yang semula berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" saja. Di sini terlihat jiwa persatuan dan kesatuan bagsa kita. Demi persatuan dan kesatuan, golongan Islam telah memperlihatkan toleransinya.
Pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945, PPKI telah pula menentukan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh Hatta sebagai Wapres pertama Republik Indonesia.
Demikianlah uraian ihwal Proses Perumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, semoga bermanfaat.
Sumber http://ilmusiana.blogspot.com/